Rabu, 12 Oktober 2011

Rocky Gerung: Ambisi Hitam

Pada akhirnya ambisi-ambisi politik itu tak terkendalikan lagi. Mereka yang hendak me­mu­puk harta dan mereka yang hendak mewariskan tahta, kini ber­lom­ba menguasai jalan menuju 2014. Kendati tampil tanpa ide, politik awal tahun 2011 ini telah memulai hiruk-pikuk itu: ‘obral capres’!
Yang diobral biasanya adalah barang bekas. Dan memang hanya itu yang tersedia dalam pasar politik­ formal. Sesungguhnya, partai­-partai itu tidak punya calon pemimpin. Pemimpin politik adalah inspirator rakyat. Pemim­pin politik adalah pemberi visi masa depan. Pemimpin politik adalah pelaku keadilan. Pemimpin politik adalah pendidik ke­majemukan­. Pemimpin politik adalah ‘dan seterusnya!’ Nah, silakan tagih­kan kualitas itu pada semua nama yang hari-hari ini beredar di media massa, dan kita tahu semutu­ apa sesungguhnya koleksi kepemim­pin­an politik kita.
Indonesia harus bertumbuh di luar tokoh-tokoh obralan. Politik kita tidak dirancang untuk dijarah oleh seorang megalomania. Politik kita tidak juga disediakan untuk menampung kepentingan sebuah dinasti. Politik kita tidak sekali-kali dimaksudkan untuk membesarkan persekongkolan oligarkis hitam. Politik kita adalah politik untuk memajukan keadilan dan kecerdasan rakyat. Dalam ukuran itulah kita menempuh persaingan politik yang sesungguhnya. Kita me­nyebut­nya sebagai ‘kompetisi politik­’ hanya bila di dalamnya ada kompetisi ‘ide keadilan’. Kita menyebutnya sebagai ‘pesta demo­­krasi’ hanya bila di dalamnya ada ‘fakta kesetaraan’. Tanpa itu, politik hari-hari ini hanya tampak sebagai gumpalan ambisi para penjarah kekayaan negara, para penjarah kemajemukan, dan para penjarah keadilan sosial.
Retorika politik adalah pen­didik­an dialektik untuk menajam­kan kecerdasan pikiran rakyat. Demokrasi mengalirkannya me­lalui­ opini publik. Tetapi manipulasi opini publik justru bagian dari politik para penjarah etika publik hari-hari ini. Penguasaan media massa oleh pemiliknya sendiri telah membelokkan fungsi retorika itu menjadi pembodohan pikir­an rak­yat. Retorika satu arah dan pemberitaan yang terarah, telah dipaket­kan­­­ sebagai bagian dari pencapai­an ambisi pribadi sang pemilik. Dan jurnalisme kita telah tunduk pada kepentingan personal itu.
Kejahatan sedang tumbuh dalam politik kita. Persekongkolan dua-tiga orang sedang merampok hak-hak keadilan, kecerdasan, dan kemajemukan publik. Kita sedang menyaksikan pentas politik yang menampilkan adegan-adegan ke­mu­nafikan­ oleh aktor-aktor penuh tipu-daya, oleh pemimpin yang tak berani mengambil risiko, dan oleh politisi yang berakal sempit.
Memimpin Indonesia adalah memimpin sebuah peluang. Yaitu peluang untuk menjadi negara sejahtera. Peluang untuk meng­hidup­kan kesetaraan. Peluang untuk menaikkan harga diri kaum pekerja. Peluang untuk melolos­kan kecerdasan dari Indonesia ke forum dunia.Pemimpin semacam itu tidak mungkin disodorkan sebagai ‘barang obralan’. Juga tidak mung­­kin muncul dari lubang ambisi hitam. Pemimpin semacam itu hanya tiba melalui kehendak setiap orang yang mendesakkan pe­rubah­an karena tidak ingin Indo­nesia dijarah oleh ambisi-ambisi hitam! Kita menyebutnya sebagai pemimpin yang ber­integritas­!

0 komentar:

Label

Entri Populer

About Me