Isu Neolib

Tiba-tiba istilah Neolib muncul lagi. Dulu sekelompok demonstran sering menuduh SRI Mulyani Neolib yaitu orang jahat yang tidak mau membela nasib rakyat kecil. Sekarang setelah SMI tidak berada di Indonesia, muncul lagi tudingan Neolib kepada tokoh tertentu dalam kasus divestasi saham perusahaan tambang.
Apa itu Neolib? Kok para demonstran mau saja dibayar untuk menuduh SRI Mulyani Neolib?
Berikut penjelasan sederhana tentang Neolib. Semoga bisa menjawab pertanyaan kita orang awam.
Neolib atau Neoliberalisme mengacu pada paham baru Liberalisme yang mengoreksi paham Liberalisme klasik. Paham ini mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik karena campur tangan pemerintah dipercaya akan menciptakan ekonomi biaya tinggi (inefisiensi). Paham Neolib akan sangat menentang model campur tangan pemerintah seperti episode kasus Mobil Nasional tahun 90-an dulu.
Paham Neolib fokus pada pasar bebas, perdagangan bebas dan investasi. Tujuannya untuk meningkatkan standar hidup rakyat suatu negara melalui peningkatan efisiensi dalam perdagangan dan investasi. Bukankah tujuan ekonomi neoliberalisme ini baik?
Kita prihatin ketika BUMN seperti Pertamina, Garuda, Bank Mandiri, Telkom dll dulu dijadikan sapi perah dan lahan korupsi oleh pejabat pemerintah dan parpol. Dengan mudah kita bilang di BUMN itu terjadi inefisiensi, salah kelola dll. Ketika Menkeu Sri Mulyani menetapkan kebijakan yang memaksa BUMN harus mandiri, efisien dan menghasilkan laba/deviden bukankah ini baik? Tentu. Tapi ini kan sejalan dengan paham Neoliberalisme? Kalau baik mengapa dicerca?
Kita yakin orang yang mencerca Sri Mulyani adalah mereka yang terganggu dengan program kebijakan Sri Mulyani. Menjadi aneh bagi kita ketika seorang politikus yang dulu pernah menjabat sebagai Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan jaman Soeharto berteriak-teriak di televisi menghujat Sri Mulyani. Padahal kita tahu rekam jejaknya dan kita tahu jumlah harta kekayaannya pasti jauh melebihi penghasilannya sebagai pejabat negara. Koruptor teriak tentang Neolib. Mungkin rakyat bingung tapi rakyat tetap tidak percaya pada mereka. Makin kencang dia menuduh Sri Mulyani neolib makin yakin kita dia koruptor yang merasa terganggu oleh kebijakan Sri Mulyani.
Neoliberalisme (ekonomi pasar bebas) akan mengurangi intervensi pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Tugas pemerintah menciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pemodal bisa bebas berinvestasi. Dalam posisi ini, pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran (berhemat) dan mengurangi subsidi.  Di era Menkeu Sri Mulyani, pemborosan anggaran ditekan, subsidi BBM dikurangi untuk dialihkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan. Hasilnya lebih terasa. Kalau subsidi terus diberikan (orang terus dimanjakan) maka orang kaya yang menikmati subsidi tidak akan merasa perlu untuk berhemat. Subsidi jadi tidak tepat sasaran.
Dalam berbisnis, pengusaha akan berusaha menolak atau mengurangi hak-hak buruh seperti upah minimum untuk mempertahankan efisiensi usahanya. Tapi pemerintah (penguasa) tidak boleh lepas tangan. Harus ada aturan tentang Upah Minimum. Pertanyaannya, apakah di jaman Menkeu SRI Mulyani pemerintah menghapuskan kebijakan tentang upah minimum? Tidak. Lalu apa alasannya menuduh Sri Mulyani neolib? Justru penguasa yang berlatar belakang pengusaha lah yang berpotensi jadi neolib. Rasa egois dan sifat tamaknya muncul dalam bentuk keinginan untuk menambah kekayaan dengan cara tipu menipu sekali pun. Rekayasa keuangan yang canggih sudah menjadi modus biasa.
SRI Mulyani bukan pengusaha. Keluarganya pun bukan pengusaha. Tidak ada kepentingan pribadi apa pun jika SRI Mulyani membuat keputusan dan kebijakan. Yang dipikirkan hanya kepentingan rakyat. Menkeu SRI Mulyani melakukan reformasi birokrasi di Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Membabat habis penjahat dan pejabat korup di sana. Bukankah ini demi kepentingan pengusaha yang membayar pajak? Bukankah pajak ini yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat? Kok bisa SRI Mulyani dituduh neolib? Harusnya Menteri Keuangan, Dirjen Pajak dan DIrjen Bea Cukai yang menikmati hasil korupsi yang dituduh Neolib. Bukan SRI Mulyani.
Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi.  Thn 1998 mantan Menkeu Marie Muhammad pernah menyatakan ada 79 Keppres & Inpres di jaman Soeharto, yg isinya adalah KKN yang dilegalkan secara hukum. Ketika pemerintah berikutnya mengoreksi kecurangan ini, bukankah tujuannya baik? Jaman itu Sri Mulyani belum jadi Menkeu. Tapi mengapa kebijakan ini menghasilkan tuduhan bahwa Sri Mulyani sama dengan Neolib? Sekali lagi, sebagai orang awam, saya tidak percaya.
Apa pun paham ekonomi yang dipopulerkan oleh para ahli ekonomi, tidak ada satu pun yang bisa diterapkan dan memberi hasil sempurna. Kita pernah mencoba mengambil jalan tengah dengan memperkenalkan Ekonomi Pancasila. Hasilnya? Korupsi merajalela. Banyak orang menjadi kaya bukan karena bekerja keras tapi karena KKN. Hidup terasa nyaman bukan karena ekonomi kuat tetapi karena rakyat disubsidi dengan utang luar negeri. Rakyat dimanja sampai terlena. Tapi bukan berarti konsep Ekonomi Pancasila salah. Yang salah adalah manusianya, khususnya pemimpin bangsa ini. Yang salah adalah Pemimpin dan Sifat Korupnya. Itu yang harus diselesaikan. Mari saatnya kita berbersih dan berbenah. Mari pilih pemimpin yang mau bersama-sama kita memegang SAPU LIDI untuk mulai membersihkan semua kotoran politik dan korupsi. SAPU LIDI juga mengajarkan kita prinsip Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh.
SRI Mulyani adalah tipe pemimpin yang kita percaya akan bisa memimpin dan menginspirasi kita. SRI Mulyani akan mengajak kita berbersih dengan menggunakan sapu lidi, alat yang sederhana, ciri khas Indonesia. Bukan dengan vacum cleaner. Karena SRI Mulyani bukan Neolib.***

Label

Entri Populer

About Me