Kamis, 06 Oktober 2011

Catatan Panjang Century Part 5

Simulasi:

"saya tidak pidato, tetapi saya bekerja. maka setiap orang yg mengkritik saya neolib, saya akan tanya apa yang sudah dia lakukan agar debat kita lebih berbobot” (Sri mulyani indrawati)

Simulasi 1.
Ibarat sekelompok orang yang terjebak di suatu kota mati dan mereka semua ingin keluar dari tempat itu dengan selamat, sementara kondisi cuaca tidak bersahabat dgn adanya hujan yg sangat deras, satu-satunya sarana yang tersedia adalah mobil rongsokan yang “hanya bisa jalan” doang.


Salah satu dari mereka kemudian mengemudikan mobil rongsokan itu dan membawa serta semua penumpangnya, dengan terseok-seok dan oleng sana-sini, mereka akhirnya tiba juga di tempat yang dituju. Sebagian dari mereka mengucapkan terima kasih pada sang sopir kemudian melanjutkan aktivitas normalnya menjalani kehidupan.

Sementara sebagian lagi justru sibuk ngerumpiin sang sopir,
* Yang satu bilang ; “dasar sopir bego, bawa mobilnya oleng sana-sini !” [padahal ban mobilnya emang oglek]”
* Yang satunya ; “dasar sopir guoblok, lelet bgt bawa mobilnya, kalo naek travel bisa 4 kali lebih ngebut dari itu !” [padahal umur mobil rongsok itu emang udah uzur]
* Yang lainnya ; “dasar sopir tolol, bawa mobil gradak-gruduk, enakan naek taxi deh !” [padahal ketika terjebak, dia yang paling merengek-rengek takut gak diajak rombongan – karena jangankan taxi, kucing lewat aja gak ada di kota mati itu]

# Bagi orang lain (diluar rombongan) itu, mungkin akan membenarkan dan ikut2an menghujat sang sopir, karena yang informasi yang mereka dapat HANYA sepotong2 dan itupun mengandung banyak ‘twisting’. Mereka gak tau bahwa apa yang dilakukan sang sopir itu adalah yang terbaik dengan segala keterbatasan yang tersedia (sikon dan sarana).

Simulasi 2.
Bangsa Indonesia udah mengalami berbagai macam Orde (Lama, Baru & Reformasi), Ibu Sri Mulyani kebetulan pernah menjabat sebagai Menkeu di jaman reformasi ini, diakui / tidak, suka / tidak suka, gelar Menteri keuangan terbaik Asia dan Dunia, Anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award dan pertumbuhan ekonomi ke-3 dunia saat krisis serta cadangan devisa inggi sepanjang sejarah Indonesia adalah fakta sejarah.

Sebagian Rakyat Indonesia menilai apa yang telah dilakukan Ibu Sri Mulyani itu sebagai contoh seorang tokoh yang reformis, kemudian dari contoh itu diaplikasikan dalam kehidupannya sesuai dengan kapasitasnya masing2 untuk membuat Indonesia / kehidupan yang lebih baik. Mereka yang percaya integritas Ibu Sri Mulyani tentunya gak menyangkal kalo korupsi, kemiskinan, kesenjangan social, utang Negara dll itu masih banyak. Tapi mereka dapat memahami karena ;

Ibu Sri Mulyani hanyalah seorang ex. Menteri Keuangan, dan warisan yang Beliau dapat “hanyalah” kondisi perekonomian yang carut marut akibat praktek bad government dan real bad governance selama berpuluh2 tahun masa Orba.

Untuk ukuran sebuah Negara yang baru belajar mereformasi diri, praktek good government dan good governance yang telah dilakukan Beliau itu adalah langkah yang sangat baik buat kebangkitan Indonesia.

Sebagian Rakyat Indonesia yang lain menuduh Ibu Sri Mulyani sebagai “penganut neoliberalism” dengan macam2 argumen ; tukang ngutang, tukang jual BUMN, pro kapitalis dll. Mungkin sebagian dari mereka ini lupa bahwa Ibu Sri Mulyani itu (dulu) hanyalah SEORANG Menteri Keuangan.

* Tukang Ngutang = Miskin = Neolib.
- apakah setiap pengutang itu berarti gak mampu menghasilkan duit buat beli makan sehari2 ?
Dalam skala super mikro mungkin iya, tapi kalo ada orang yang mengutang buat beli mobil dan mobilnya dipake buat memperlancar pekerjaan / kegiatan usahanya gimana ? pengusaha besar yang mengajukan kredit buat ekspansi (perluasan) usahanya agar semakin besar gimana ?

- apakah setiap pengutang itu mengajukan kredit hanya karena hobby / idealismenya ?
Buat orang yng super konsumtif mungkin iya, tapi kalo orang itu terpaksa ngutang karena dituntut oleh kebutuhan untuk mensejahterakan keluarganya gimana ? kalo terpaksa harus ngutang karena sisi pemasukannya bocor disana-sini gimana ? (sebelum teriak utang = neolib, bagusnya teriakin pengusaha pengemplang pajak 2,1 Triliun itu dulu)

- apakah penambahan utang LN Indonesia (05 – 09) itu berarti periode sebelumnya jauh lebih baik ?
Hanya berlaku jika mereka tidak tau kalo utang LN di Pemerintahan sebelumnya relative lebih sedikit karena waktu itu ada penerimaan dari penjualan aktiva ± 100 Triliun di BPPN yang harga aslinya adalah ± 600 Triliun (tekor ± 500 Triliun).

- apakah penambahan utang LN Indonesia itu tanggung jawab Ibu Sri Mulyani SEORANG ?
Kewenangan pengelolaan utang Negara berada di bawah Depkeu adalah benar, tapi coba baca UU tentang Keuangan Negara, disana disebutkan bahwa setiap pembiayaan APBN (Utang Negara) adalah setelah melalui pembahasan APBN / setelah melalui persetujuan DPR.

# Banyak yang harus dinilai dalam masalah utang piutang Negara ini, diantaranya ; penyebab kebocoran penerimaan, pemanfaatan utang itu, kemampuan membayar cicilan dll.

* Tukang Jual BUMN = Tidak Nasionalis = Neolib.
- Apakah seorang Menkeu itu penanggungjawab utama privatisasi BUMN ?
Menkeu adalah posisi vital dalam pengelolaan keuangan Negara iya, tapi …
1. buat apa dibentuk Kementerian BUMN kalo ujung2nya bermuara pada pembunuhan karakter Ibu Sri Mulyani ?
2. Masih di UU ttg Keuangan Negara, disitu dijelaskan bahwa setiap privatisasi BUMN adalah setelah melalui persetujuan DPR.

- Apakah penjualan saham BUMN kpd swasta / asing itu selalu berarti hal yg negatif ?
Misal ada sebuah BUMN yang tidak terlalu menguasai sector vital dan performance-nya buruk, track recordnya lebih banyak menyedot keuangan Negara (menutup kerugian dan biaya operasional) dibanding menyetor ke Negara, berkali2 pergantian manajemen gak sanggup memperbaikinya (karena kekuasaan “tangan ghaib” pemilik kepentingan sudah terlalu mengakar puluhan tahu disana / hanya dijadikan sapi perah), sementara untuk di-likuidasi malah lebih merugikan mengingat sangat besarnya uang Negara yang telah diinvestasikan disana. Kemudian 25% saham BUMN itu dijual ke swasta,

Ada gak sih pemilik modal yang mau investasi Cuma buat mendapat kerugian atau gak ingin investasinya berkembang ? Yang ada investor baru itu akan terjun langsung dalam mengelola BUMN itu untuk menjaga / meningkatkan nilai investasinya, para karyawan BUMN itu pun jadi lebih sungkan thd manajemen baru (yang ada unsur swasta-nya) kalo terus males2an kerja (gak sungkan pun minimal takut dikenai sanksi). Akibatnya performance BUMN itu membaik => meningkat => jadi BUMN yang menambah penerimaan Negara.

- Apakah menjual saham BUMN itu = menjual Negara ?
Bisa jadi kalo BUMN yang dijual itu di sector vital yang menguasai hajat hidup rakyat banyak, dan jumlah saham yang dijual > 50% atau ± 50%. Lebih parahnya, BUMN itu dijual ketika performance-nya justru sedang bagus / menguntungkan Negara. Nah kalo begini memang layak dipertanyakan motivasi penjualan itu buat apa ? hanya demi menambal deficit APBN kah ?

Tapi kalo BUMN yang dijual itu karakternya seperti yang digambarkan di atas tadi, dan penjualan sahamnya hanya ± 25%, apa iya bisa disebut bagaikan menjual Negara ? padahal kekuasaan tertinggi di RUPS yang menentukan garis besar kebijakan perusahaan itu tetap ada di tangan pemilik saham mayoritas (dalam hal ini = Negara).

# Memang simulasi di atas hanya PEMISALAN, gak berarti ane bilang kalo performance BUMN yang dijual sahamnya akhir2 ini buruk, Cuma sebelum menganggap setiap penjualan BUMN itu = negatif, sebaiknya dikaji lebih lanjut dulu informasinya secara lengkap. Lebih2 kalo berpikiran bahwa Penjualan BUMN = tanggungjawab seorang (ex.) Menteri Keuangan SEORANG. Malu, akan keliatan gak ngertinya nanti :P

* Tuduhan lainnya ;
Pemerataan, kemiskinan, pro pemilik modal, pro investor asing, pengangguran, pengurangan subsidi dll, yang anehnya semua itu seolah “dibebankan hanya” kepada Ibu Sri Mulyani seorang, hanya karena beliau dipercaya menjadi Menkeu periode 05 – 09 oleh Presiden – Wapres periode 04 – 09.

***

* Logika Pemilihan Umum / kontes lainnya
- Ketika Capres - Cawapres terpilih mempunyai kewajiban untuk menjalankan pemerintahan dan hak untuk mendapat kesempatan melaksanakan pembangunan, maka Capres – Cawapres yang gagal terpilih mempunyai kewajiban untuk mencari2 kesalahan Pemerintah dan hak untuk mengganggu jalannya pemerintahan.

- Begitu juga dengan Anggota DPR yang “jagoannya” terpilih / tidak terpilih menjadi Presiden – Wapres,
- Begitu juga dengan Parpol yang kader-kadernya terpilih / tidak terpilih,
- Begitu juga dengan simpatisan / aktivis partainya.

- Ketika tokoh non partisan yang dipercaya oleh Presiden – Wapres buat menduduki cabinet atau jabatan public lainnya mempunyai tanggungjawab untuk menjalankan pemerintahan dan hak untuk mendapat kesempatan melaksanakan pembangunan, maka tokoh non partisan yang tidak / belum dipercaya buat menduduki cabinet atau jabatan public lainnya mempunyai kewajiban untuk mencari2 kesalahan Pemerintah dan hak untuk mengganggu jalannya pemerintahan.

# Itulah pola pikir sang PECUNDANG SEJATI.

* Apakah kebijakan Pemerintah itu udah pasti 100% benar ?
Pemerintah dan jajarannya hanyalah orang biasa yang kebetulan dipercaya oleh sebagian besar Rakyat Indonesia untuk memimpin jalannya pembangunan di Indonesia. Karena hanya manusia biasa, tentu punya keterbatasan dan sangat mungkin melakukan kesalahan. Namun MISAL ketika ditemukan ada kesalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan itu, harus di-check dulu ;

- kesalahan biasa atau kesalahan yang dimaksudkan (mengandung unsur kejahatan),
- kondisi apa yang menyebabkan hingga terjadinya kesalahan itu,
- apakah kesalahannya itu material (fatal) atau Cuma kesalahan administratif biasa, dll.

# kenapa hal di atas itu penting, karena ada perbedaan yang sangat besar antara “kesalahan” VS “kejahatan”, antara “melakukan hal yang benar” VS “melakukan suatu hal dengan benar” selama gak bisa ngebedain itu, jangan kaget kalo suatu saat makin banyak orang baik yang dipenjara karena kesalahannya dan makin banyak orang jahat yang berkeliaran karena kelihaiannya.

* Apakah berarti yang berada diluar pemerintahan gak boleh mengkritisi Pemerintah ?
Justru kritikan itu sangat diperlukan, tapi kritikan yang baik adalah kritik yang membangun (kritik yang disertai solusi). Antara mengkritik dan menyalahkan itu sangatlah berbeda, apalagi antara mengkritik VS menghujat. Ane inget banget kata2 seorang teman begini ;

“untuk menyalahkan / mencari2 kesalahan orang lain itu hal yg sangat mudah, bahkan gak ada sekolahnya (setiap orang pun mampu). Tapi untuk melakukan hal yang benar / menghasilkan karya yang baik itu adalah hal yang sangat sulit, kadang perlu melakukan kesalahan dulu untuk kemudian belajar dari kesalahannya itu (ini jarang orang yg mampu). Itulah sebabnya kenapa lebih banyak orang yang gak bener dibanding orang yang bener di dunia ini.”

Contoh sekilas aja ;
* “mengkritik” dan menghancurkan itu amat sangat mudah …
Dari berbagai macam ‘mentahan’ antivirus yang ada di PC ane, ane bisa dengan sangat fasih menceritakan masing2 karakteristiknya ; yg ini susah up date-nya, yg itu makan space gede, yg anu cuma bisa ngembat virus recehan dll. Padahal boro2 jago komputer, make doang aja ane masih level “agak gaptek”.

Bahkan ketika ada antivirus yang paling top pun bisa aja ane cela ; “ah berat ngejalaninnya ..”, itu baru “kritikan” ane yang Cuma end user, bahkan kadang gak segan2 ane sok tau ngasih rekomendasi “kelemahan” antivirus paling top itu ke “gaptekers” lain yg levelnya dibawah ane HANYA karena ane gak suka kinerjanya yg ane pikir terlalu berat :D. buat melenyapkannya dari PC ane pun semudah klik kanan => delete => yes => bye .. bye .. :P

Tapi sadarkah ane kalo yg barusan ane delete (setelah sebelumnya abis2an dicela) itu adalah hasil karya dari orang2 pinter yang dengan susah payah mencoba menghasilkan karya terbaiknya ? gak pernah kepikiran sampe situ.

* level ‘pembuat’ itu jauh lebih tinggi dari “penghancur” !
Apakah seorang pembuat antivirus gak bisa membuat virus ? pertanyaan yg konyol, yg ada malah sebaliknya, seorang pembuat virus belum tentu bisa menghasilkan karya antivirus ! bagaimana jika pembuat antivirus paling top itu juga sekaligus si pembuat virusnya (alias orang yg sama) ? tetap aja, langkah pertama dia harus kerja keras bikin virusnya dulu baru kemudian kerja lebih keras buat bikin penangkalnya.

Bagaimana jika si pembuat virus paling top itu kemudian gak mau bikin penangkalnya ? tentu harus nyari orang lain yg ilmunya lebih tinggi dari dia, jawaban yang mudah, tapi apakah menemukan orang itu semudah mengatakannya ?.

# back to topic ; bagaimana jika kekuatan para ekonom yg udah bekerja keras membangun stabilitas perekonomian Indonesia itu dipake buat bekerja keras merusak perekonomian Indonesia ? nah lho …

* Tuduhan “neolib” thd Ibu Sri Mulyani.
Udah terlalu cape berulang kali nulis notes buat meng-clear-kan masalah itu, sekarang ane coba jawab dari sisi sebaliknya aja. Pasti ada suatu motivasi seseorang ketika dia hendak melakukan sesuatu. Gak mungkin ente pergi ke kamer mandi kalo gak hendak mandi / buang aer / … . BIASANYA, seseorang yang (dengan sadar ataupun tidak) merusak Negara ini, motivasinya ; HARTA dan atau TAHTA.

Katakanlah kali ini ane gak coba menyangkal tuduhan “agen neolib” yg ditujukan ke Ibu Sri Mulyani, maka ane Cuma pengen tanya ; kira2 motivasi beliau jadi “agen neolib” cabang Indonesia itu apa ?

HARTA?
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/06/25/57913/KPK-Periksa-Laporan-Harta-Sri-Mulyani
Laporan kekayaan terakhir pada tanggal 28 September 2006 menyebutkan, total harta sebanyak Rp4,395 miliar dan USD 324.023. Harta tersebut dilaporkan saat Sri Mulyani masih menjabat sebagai orang nomor satu di Kementerian Keuangan.

# Cuma ± Rp. 7 Miliar, gajinya di World Bank sekarang kalo gak salah ± Rp. 3 Miliar setahun, kalo emang dapat “fee” atas jasa menjadi “agen neolib”, kenapa Cuma punya duit segitu (jauh bgt dibanding mantan anak buahnya ; Gayus Tambunan yg hanya jadi “tax planner” pengusaha lokal) ? gak percaya ? kan ada KPK yang memerikanya.

TAHTA ?
http://www.detikfinance.com/read/2010/05/05/123037/1351507/4/sempat-menolak-sri-mulyani-ditawari-bank-dunia-sejak-1-tahun-lalu
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebenarnya ditawari jabatan penting di Bank Dunia (World Bank) sejak setahun lalu. Namun, dia menolak. Tawaran itu datang kembali beberapa waktu lalu. Dan saat ini, Sri Mulyani tak kuasa untuk menolaknya.

# Sepakat kan kalo jabatan MD di WB itu lebih bergengsi dibanding ‘Cuma’ jadi Menteri Keuangan ? kenapa beliau menolaknya dan malah memilih jadi Menteri Keuangan ? ane pribadi menilainya ; karena beliau ingin membangun perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Masalah orang lain punya persepsi sendiri, ya bukan urusan ane :P

Begitu juga ketika pada akhirnya beliau memilih untuk bekerja di Bank Dunia, buat sebagian orang hal itu merupakan “legitimasi” beliau sebagai “agen neolib cabang Indonesia”. Terserah, yang jelas ane pernah ngobrol dengan ‘seseorang’ yang selama ini gak peduli (gak ikut menghujat ataupun membela) thd masalah Bank Century – Ibu Sri Mulyani, padahal menurut ane kapasitasnya cukup tinggi buat mengomentari hal itu. komentarnya begini ;

“Apa Bank Dunia sebodoh itu HANYA demi menjaga kepentingannya (utang) di Indonesia hingga rela mempertaruhkan kelangsungan hidupnya dengan menempatkan seorang Sri Mulyani jadi orang ke-2 disana ? bandingkan dulu total utang Indonesia ke WB (sebagai kepentingan yang dijaganya) VS total kredit dari seluruh Negara di dunia ke WB + total modal / kekayaan WB (sebagai taruhannya), apa masuk di akal orang waras ?”

Hehe, itu komentar dia Gan, no offense, ane sendiri lebih memilih hal ini ;
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2010/07/13/209/352413/ketika-sri-mulyani-curhat-di-washington
Sri Mulyani sepertinya mahfum sekali dengan kesuksesannya sebagai seorang reformis, membuatnya tersudut secara politik. Padahal, sebuah penyelidikan parlemen gagal menemukan bukti korupsi di bailout Bank Century tersebut.

***

Kesimpulan ane, beliau hanya mengajarkan kita untuk bisa membedakan antara kritikus VS penghujat. Ane sendiri udah percaya bahwa “satu TINDAKAN jauh lebih berharga dibanding seribu KATA-KATA”. Contoh paling gampang ; seseorang ratusan kali nasehatin orang laen supaya gak ngerokok / ngingetin bahaya merokok tapi dia sendiri sambil sambil klepas klepus ngisep 234. Jangan salahkan kalo yang dinasehatin itu bakal balik komentar dengan kurang ajar :P. sekali lagi ane quotes ;

"setiap orang yg mengkritik saya neolib, saya akan tanya apa yang sudah dia lakukan” (Sri Mulyani Indrawati).

Begitu juga bagi yang percaya integritas beliau dan ingin berusaha meng-clear-kan permasalahan, ketika ada orang lain yang ngajak2 debat ttg neolib, tanya dulu ke dia minimal 3 hal ini ;

1. Pemahaman dia tentang neolib itu apa ?
2. Tokoh / ekonom yang menurut dia benar2 anti neolib itu siapa ?
3. Ada gak bukti nyata dia “mengkritisi” maling anggaran yang lain (pengemplang pajak, penyeleweng / pemboros dana anggaran dll) ?

Bukan biar debatnya lebih berbobot (karena ane sendiri pada dasarnya paling males berdebat), minimalnya buat menghindari debat kusir, atau mengidentifikasi “calon lawan debat” kita itu, apakah dia termasuk kritikus atau penghujat, karena akan jadi sangat percuma berdebat dengan seorang penghujat. Seseorang yang menurut kita (dan memang sebenarnya) sedang berusaha menyelamatkan nyawa dengan cara ngasih pernafasan buatan, buat penghujat bisa aja dilihatnya sebagai seorang cabul yang sedang berusaha mencium orang yang sedang tidak berdaya (betapapun banyaknya bukti2 penyangkal yang disodorkan).

0 komentar:

Label

Entri Populer

About Me